Pantaskah Aku….?????
Artikel Temen…..
Semoga Bermanfaat……
>
>
>
>
>
>
> Apa Pantas Berharap Surga ?
>
>
>
> Sholat dhuha jarang terlihat,
>
> qiyamullail (tahajjud) juga sebulan hanya dua rakaat,
> itu pun sambil terkantuk-kantuk.
>
> Sholat lima waktu? Sudah jarang di masjid, milih ayatnya
> yang pendek-pendek pula… Tanpa doa, dan segala macam puji
> untuk Allah,
>
> Dilipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu.
>
> Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah
> shalat wajib.
>
> Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk
>
> catatan:…. .
> “Kalau tidak terlambat” atau “Asal nggak
> bangun kesiangan”. Dengan sholat model begini, apa
> pantas mengaku ahli ibadah?
>
> Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi
> malam-malamnya. …
> dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah.
>
> Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu
> lama berdiri dalam khusyuknya.
>
>
> Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya
> berharap …. Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan
> keluh mereka.
>
> Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan
> semua aktivitas …. menuju sumber panggilan, ….
>
> kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk
> bersimpuh… .
>
> di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.
>
> Baca Qur’an sesempatnya, tanpa memahami arti dan
> maknanya,
>
> apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya.
>
> Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun
> membuat dada ini bergetar,
>
>
>
> Padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah …..
>
> ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya.
>
> Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu
> pun tidak rutin.
>
> Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku
> beriman?
>
> Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas
> mereka …
>
> untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat
> Allah.
>
> Sesekali mereka terhenti, ……
>
> tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna
> terdalam ….
>
> dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya.
>
>
>
> Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan
> tetes air mata.
>
> Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa
> mereka jatuh karena…. lidah-lidah indah yang melafazkan
> ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan
> tertinggi…
>
> Bersedekah jarang, begitu juga infak.
> Kalau pun ada, itu pun dipilih mata uang terkecil yang ada
> di dompet.
>
> Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama
> juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti
> sosial,
>
> yah hitung-hitung ikut meramaikan.
>
>
>
> Sudahlah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih
> pelit, senyum.
> Apa sih susahnya senyum?
>
> Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan
> dan Kasih Allah?
>
> Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum
> indahnya,
>
> tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga
> pembelaannya bukan semata miliki Khadijah, Aisyah, dan
> istri-istri beliau yang lain.
>
> Juga bukan teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah
> lainnya.
>
>
>
> Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang
> dijumpainya, … bahkan kepada musuhnya sekali pun.
>
> Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba
> beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan
> sebaik-baiknya.
>
> Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelah
> kanan, …. ya tetangga sebelah kiri.
>
> Seringkali masalahnya cuma soal sepele dan remeh remeh,
> tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari,
>
> kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan.
>
> Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan
> kejelekan saudara sendiri.
>
> Detik demi detik dada ini terus jengkel…
>
> setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang
> lain celaka … atau mendapatkan bencana.
>
> Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada
> ini?
>
> Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah
> dan Rasulullah
> kelak?
>
> Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya
> kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah
> kelak.
>
> Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik
> wajah indah pula.
>
> Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai
> Allah itu?
> Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara
> sendiri?
>
> Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat.
>
> Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering
> membuat kesal hati mereka, apalah lagi mendoakan mereka,
> mungkin tidak pernah.
>
> Padahal mereka tak butuh apa pun … selain sikap ramah
> penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan ……
>
> dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata,
> juga darah.
>
> Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga
> Allah?
>
> Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih.
>
> Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh
> surga.
>
> Bukankah Rasulullah yang tak beribu memerintahkan untuk
> berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama
> ibu sebelum kemudian nama Ayah?
>
> Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat …… masih
> bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia
> tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan
> menyejukkan?
>
>
> Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan
> kesempatan itu.
>
> Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih
> itu…
>
> hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran
> mereka?
> Jangan tunggu penyesalan. …..
>
> Bagaimanakah sikap kita ketika bersimpuh di pangkuan orang
> tua ….
> ketika iedul Fitri yang baru berlalu ….???
>
> Apakah hari itu….hanya hari biasa yang dibiarkan berlalu
> tanpa makna……. ..???
>
> Apakah siang harinya….kita sudah mengantuk… .dan
> akhirnya tertidur lelap…?
>
> Apakah kita merasa sulit tuk meneteskan air mata…???
>
> atau bahkan kita menganggap cengeng….. .??? sampai
> sekeras itukah hati kita….???
>
>
>
> Ya…Allah ….ya Rabb-ku….. .jangan Kau paling hati kami
> menjadi hati yg keras……, sehingga meneteskan air matapun
> susah……. merasa bersih…… merasa suci…. merasa tak
> bersalah…. ..merasa tak butuh orang lain…… merasa
> modernis…. .dan visionis…. …..
>
>
>
> Padahal dibalik cermin masa depan yang kami banggakan… ..
> terlukis bayang hampa tanpa makna…..dan kebahagiaan semu
> penuh ragu…..
>
>
>
>
> Astaghfirullaah ……
>
> Yaa Allah…ampunilah segenap khilaf kami. Amin